Hai Hujan! Jangan Cepat Berlalu, Aku Masih Rindu!

"Pada tiap rintik hujan yang jatuh, berbagai kenangan bangkit tanpa kenal surut."


Hujan di penghujung Oktober. Pertanda bahwa musim akan benar-benar berganti. Musim dingin sudah pelupuk mata. Suhu udara dari hari ke hari mulai menurun. Angin juga semakin dingin. Semunya mengingatkan untuk tetap hangat dalam balutan jaket tebal, walau beraktivitas di luar ruangan. 

Hujan kemarin juga sebuah jawaban. Jawaban atas rindu yang menggebu. Rindu akan tanah air yang bersahabat dengan hujan. Tiap rintiknya membangunkan setiap memori. Aroma tanah yang hanya hadir saat rintik hujan membumi. Gelegar petir dan angin yang sahut-menyahut. Tetes air di setiap sudut sebagai penyempurna harmoni hujan. Indah sangat.

Juga dengan hujan, memori akan kenangan yang dilalui, terkhusus saat hujan bangkit tanpa panggilan. Ya, hujan yang memanggil tepatnya. Memori terhangat, dalam tempat yang kusebut "rumah". Biasanya, kami menghampiri jendela, mengamati tiap rintik yang membasahi tanaman di teras, air terjun dadakan dari atap rumah tetangga lalu kucing kebasahan yang berteduh di teras. Terkadang, kami menikmati hujan dengan cara lain, berkumpul di depan tv ditemani mangkok berisi indomie yang asapnya masih mengepul. Satu kenangan yang bahkan lupa kapan tepatnya terkahir kali merasakannya. Juga entah kapan akan merasakannya lagi.

Pada episode berikutnya, hujan juga punya cerita. Di masa yang penuh dengan rasa penasaran, walau selalu terpikirkan baju yang belum kering atau kebasahan karena telat mengangkat dari jemuran. Yah apa daya, kadang hujan turun saat bel keluar kelas belum berbunyi. Jika dapat giliran kelas di komplek putra, siap-siap sandal hanyut terbawa arus. Jika senggang, hujan jadi hiburan. Biasanya ketika seragam sekolah digunakan di hari terakhir dan hujan turun deras, hujan-hujanan menjadi pilihan. Mandi hujan berkeliling komplek putri, berjalan di bawah hujan ditemani cerita cinta remaja, atau bermain bola padahal keadaan lapangan banjir. Di akhir episode ini, menikmati hujan di balik jendela administrasi atau menyeduh minuman hangat di kantin pondok sambil menikmati lagu hujan menjadi pilihan yang paling pas. Kita lupakan sejenak memori sendu di episode ini. Hehe.

Lalu, di episode ini hujan belum punya banyak kenangan. Di sini hujan seperti hadiah istimewa, ditunggu kehadirannya dan disambut tiap rintiknya dengan doa dan suka cita. Oh iya, payung dan parit jadi hal yang sedikit ganjil. Sudah dipastikan, jika keluar saat hujan berarti hujan-hujanan. Juga jika turun hujan, genangan yang sudah seperti banjir akan hadir di tiap penjuru tempat. Kesan hujan yang sangat berbeda dari sebelumnya. 

Dari hujan kemarin aku juga belajar, bahwa berbuat baik tak perlu pandang bulu. Dari hujan kemarin juga aku kembali diingatkan, bahwa sendiri bukan berarti sepi. Tapi, sendiri berarti kita memberi waktu diri untuk lebih memahami banyak arti. Sendiri bukan berarti tak ada yang peduli, mungkin ada di luar sana yang bukan dalam jangkauan, selalu bertanya tentang kabar juga doanya tak pernah putus tersampaikan.

Hai hujan! Jangan cepat berlalu, aku masih rindu! 

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer