Bolehkah Aku Berkenalan?
"Tak kenal maka tak sayang."
Kata yang selalu jadi alasan untuk sebuah perkenalan. Ah, sekedar pepatah lama. Atau sudah jadi bualan basi. Menurutmu bagaimana?
Tepat hari ini, masih di penghujung Januari yang kebetulan bulan lahirku. Di tengah keruwetan bergelut dengan tumpukan kertas dan buku -yang entah salah siapa selalu saat hari ulang tahunku. Izinkan aku, seorang yang sebagian keluh kesahnya ditumpahkan di halaman ini, memperkenalkan diri. Ah sebutlah numpang lewat, walau masih sambil berkeluh kesah.
Aku, si pengeluh di setiap keadaan. Yang kerjaan akan tetap selesai ditemani dengan semangkuk penuh ocean keengganan. Bahkan kadang diselingi secangkir luber penundaan akan kerjaan itu. Jangan salah, otodidak selalu jadi penyelamat ketika bergelut ria dengan aplikasi kondang banggaan para sekretaris dan bendahara. Dan aku, salah satu diantara mereka.
Masih aku, pemilik wajah ketus yang terkadang apatis. Atau kau menilik dari sisi lain? Si ceria namun pendiam. Yang manapun, belum mengenal sepenuhnya. Tahu banyak tentang sifat kucing? Sedikit banyaknya ada di aku. Apa mungkin suka menimbulkan kemiripan? Entahlah.
Aku juga, penikmat kesendirian yang tak suka kesepian. Aneh? Ya, kita senasib. Si senang mengabdikan momen yang direkam dengan mata, lalu menyimpannya untuk diri sendiri di memori otak. Padahal sadar diri sendiri sering lupanya. Namun dewasa ini, kamera telepon genggamnya mulai sedikit berguna. Siapa tahu, besok kamera di genggamannya.
Lalu aku, si khawatir ulung sekaligus pemimpi level semesta. Masalah realisasi? Serahkan saja pada Sang Pemilik Ketentuan. Kali saja ucapan, celetukan, tulisan, atau pikirannya merupakan bait-bait doa yang diaminkan seisi langit dan bumi.
Mungkin ini aku yang terkahir di tulisan ini, si cerewet di tempat dan waktu yang tepat. Jika sekitarnya banyak pembicara, jangan harap cerewetnya muncul. Pendengar setia jadi jurus andalan tentunya.
Tentang menulis? Ia teman setianya. Walau lebih banyak menemani kala duka. Juga yang selalu menjadi tempat terakhir ketika tidak ada yang bisa mendengarkan keluhnya. Hei, terima kasih yaa! Karenamu aku masih sanggup bertahan (bersambung...)
Sekian, sampai jumpa lagi!
Tumpukan kertasnya sudah mulai meraung karena jam sudah menunjukkan pukul 22.00 waktu Kairo.
Komentar
Posting Komentar